Hmmm bingung mau nulis apa..
Yah,ajang nulis aja diblog ini mah.haha
Kemarin tgl 6 sept 2009 jam st.6 pagi,saya breng kluarga ngerencanain bwt prgi ke tasik,ngunjungin sodara ama kake nne yg trkna gmpa skaligus ngbgiin smbako wlau apa kdarnya itu juga. Dprjalanan gak ada yg aneh,cma nyblin aja.. Pagi2 jam st.7an ddaerh trminal limbangan,angkot,andong,udh pda ngtem! Macet gile! ! Untng msih pgi,jd msih pnya tnaga bwt sbar.hahaha tp stlah itu,hmpir dspanjang jlan nmuin truk tronton yg prgi brengan.. Alhasil,mcetlah tu jlan gra2 truk tronton yg bwa pasir msih bsah,maju dgn leletnya..hoeeeekk!
Jam st.9 smpe jg drumh kake dkbupaten Tasikmalaya yaitu Cisayong.. Dsna gw liat rumh kake yg bnyak retaknya,apalgi dats pntu dpan. Dr rumh kake,lngsung prgi ke posko bntuan bwt ngsiin bntuan utk korban ddaerh Cisayong.
Lalu lantas,dr posko dsitu,
brangkatlah bwt liat krumh sodra dari mmah yg biasa dpnggil wa nyai ama gw ato kka gw. Ktanya rumh dia rusk,tp gak prah.. Gw byangin gmna rumh bliau yg gak rusk amat tp gak kbayang..
Pas nympe rumh wa nyai,Astagfirulloh ancur bgt rumhnya!
Gak nyisa apapun,cma tnggal pger doank! Pntes gw ngbyangin gmna rumhnya yg ancur gak kbayang! ! Gw liat krumh sblah,dsitu ada rumh pnggung dgn bhan bmbu ato blik kata sunda mah..hoho
Ko rumh kya gni gak ancur ya?
Gw nglamun lagi..
Tp gak kbayang lg,aneh!haha
Kmbali ke crita,jgn nglamun lg ah..
Gw liat wa nyai lg pgang dagunya smbil nngis krena gak tau msti tdur dmna,apa lg suaminya lg kluar negri bwt krja..
Asli,gw pngen nngis.. :'(
Dari situ,kluarga gw ngsih sumbngan brupa uang bwt wa nyai..
Nah dari situ,gw lngsung ngsih smbako ke posko yg gak bgtu jauh dr rumh sdra gw itu.. Disitu,gw liat msjid yg ancur bgt trus ada lhan yg djdiin dapur umum,disitu ada 4 orng TNI yg lg msak,ktanya bwt ntar mkan siang pra korban yg gak kuat bwt puasa.
Oya lpa gw,rumh sdra gw itu ada di kecamatan Sukasetia,daerh yg pling hncur yg kna gmpa tgl 2 Sept 2009 jam 14.55
Abs bgiin smbako,ya pulng dah..
And the last,kita yg gak mnjadi korban dr gmpa moga jd inget lg akan Allah krena gmpa kmrin gw yakin bgt itu pringatan dr Allah..
Freak! !
Selengkapnya...
Senin, 07 September 2009
Ke Tasik
Sabtu, 29 Agustus 2009
kamera Lomografi
“Don’t think just shoot!” Kalimat tersebut adalah kalimat yang selalu dipegang oleh kebanyakan Lomographers di seluruh dunia di saat mereka mengabadikan setiap momen dengan kamera lomo.
Lomo? Apaan tuh? Pada awal tahun 1990 beberapa mahasiswa menemukan sebuah kamera Rusia berukuran kecil yang membingungkan pemakainya. Kamera tersebut dikenal dengan nama Lomo Kompakt Automat. Kompakt Automat adalah kamera lomo yang pertama, yang sebenarnya merupakan hasil improvisasi sebuah kamera dari Jepang pada tahun 1982 oleh Michail Panfilowitsch Panfiloff.
Nama lomo sendiri berasal dari singkatan Leningradskoye Optiko-Mechanichesckoye Obyedinenie (Leningrad Optical Mechanical Amalgamation), yaitu sebuah pabrik lensa yang berada di
Lomografi sempat terlupakan sampai dua orang mahasiswa yang berasal dari
Di Indonesia sendiri juga terdapat sebuah komunitas penggemar lomografi yang dikenal dengan Lomonesia. Lomonesia adalah singkatan dari Lomo
Hasil gambar yang dihasilkan oleh kamera lomo berbeda-beda sesuai dengan tipenya. Sebagai contoh tipe Fisheye menghasilkan gambar foto berbentuk bulat cembung seperti mata ikan. SuperSampler akan menghasilkan gambar foto yang terbagi menjadi empat foto kecil dalam satu foto yang pengaturannya sejajar. Sedangkan Colorsplash menghasilkan foto yang warnanya dapat terlihat berbeda dengan warna asli objek foto.
Lomo telah menjamur dan menjadi hobi di kalangan masyarakat khususnya remaja dan mahasiswa. Walaupun harganya menggigit dan masih merupakan kamera analog, lomo telah menciptakan sesuatu yang baru dalam dunia fotografi. Penggunanya dapat bereksperimen sesuka hati mereka, karena foto yang dihasilkan pasti akan sangat berbeda dengan hasil foto pengguna lainnya walaupun mengambil objek yang sama. Inilah salah satu hal menarik yang tidak dapat ditemukan pada kamera digital dan kamera analog lainnya.
Dikutip dari http://www.majalahopini.co.cc/index.php/iptek/teknologi/206-lomo-bukan-kamera-biasa dan www.fotografer.net
Jumat, 14 Agustus 2009
Cool, Netbook Dell Inspiron Mini Nickelodeon Edition
Dengan melihat fakta semakin meningkatnya profit dari Apple, Dell kemudian bekerja sama dengan Nickelodeon untuk membuat netbook Inspiron Mini Nickelodeon. Netbook tersebut berbentuk lebih slim dengan desain tampak seperti ‘cipratan‘ cat berwarna hijau. Kemudian di dalamnya juga terdapat harddisk dengan isian sejumlah game, widget dan instalasi parent control.
Device Dell Inspiron Mini Nickelodeon Edition merupakan computer netbook cool yang yang mengkombinasikan kesenangan dan edukasi, dimana netbook tersebut merepresentasikan personalisasi user secara penuh. Netbook Dell Inspiron Mini Nickelodeon Edition tersebut didesain khusus untuk anak-anak, di-bundling dengan hiuran dan content edukasi yang dapat dinikmati oleh orang tua dan anak-anak.
Sementara itu, mini laptop Dell Inspiron Mini Nickelodeon Edition ini memiliki bobot 3 pound atau 1.3 kg dan dapat dibawa kemana saja oleh anak-anak dari ruang ke ruang, rumah ke rumah atau di jalan. Dell membuat netbook ini setipe dengan netbook populer Inspiron Mini 10v. Namun, sayangnya untuk harga computer netbook Dell Inspiron Mini Nickelodeon Edition tersebut belum ada konfirmasi lebih lanjut dari Dell.
Menurut Michael Tatelman, vice president, Dell Global Consumer Sales and Marketing, mini laptop Dell Inspiron Mini Nickelodeon Edition sangat aman untuk anak-anak dan mudah digunakan untuk mengirim dan menerima email, chat dengan teman baru, bermain game online SpongeBob SquarePants, mendengarkan lagu favorit mereka, menonton acara program TV favorit, melihat widget dari Nick.com, atau mengikuti forum dunia virtual untuk memperluas wawasan mereka.
Rabu, 05 Agustus 2009
QUO-VADIS MASYARAKAT INDIE Masyarakat Anti-Kemapanan yang terjebak dalam Kemapanan Baru
Artikel ini ditulis dalam menanggapi perkembangan musik indie sebagai suatu fenomena yang mesti ditanggapi secara kritis demi perkembangannya ke depan.
Sebelumnya, di sini perlu diklarifikasi terlebih dahulu, bahwa AAL*, sejak pertama kelahirannya, tidak pernah 'mengusung' atau 'menyandarkan diri pada aliran tertentu secara terbatas, selama ini media dan opini umum masyarakat-lah yang mengkategorikan musik kita sesuai dengan perkiraan mereka(seperti dalam lembaran belia, ripple magz, frolic, dsb.), dan memang diakui, mayoritas diantara mereka menyebut kita sebagai band rock indie beraliran emo, hanya Majalah Surf Time yang mengkategorikan kita sebagai band berhaluan post-hardcore. Tapi, sekali lagi, ini bukan berarti kita beraliran emo. Yang harus dipahami di sini adalah, bahwa terminologi 'emo' seperti yang biasa dibicarakan oleh banyak orang mengandung tiga pemahaman, yaitu: (1) sebagai suatu genre musik (2) sebagai suatu identitas komunitas, dan yang terakhir, (3) sebagai suatu fenomena perubahan sosial
(1) Sebagai suatu genre musik, emocore termasuk musik yang agak terlambat masuk ke Indonesia, dimana sejak awal kemunculannya, pada tahun 1984, baru saat sekarang ini emo muncul sebagai jenis musik yang sangat banyak diminati, baik di Jakarta, Bandung, Yogya, Semarang, Medan, Kalimantan, Sulawes, dsb. Genre Musik ini, sebagaimana genre musik lainnya sangat mustahil muncul dengan sendirinya. Semua aspek budaya manusia, termasuk di dalamnya hal ini, emo, punk, metal, hardcore, rock 'n' roll, sangat bersifat 'dialektis', yang artinya terbentuk dari berbagai pengaruh budaya lain yang sebelumnya dan saat itu, ada. Tidak dalam hal style dan audio-visual saja, tapi secara ideologis, musik sangat besar dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial subjek di sekitarnya, jika kita lihat akar musik underground di dunia, semua berasal dari satu moyang, jazz, blues dan klasik. Dan corak masing-masing generasi dari genre musik tersebut, sangatlah berbeda satu sama lainnya, sesuai dengan kondisi zamannya, dan poin inilah yang akan saya jelaskan di poin ke-3 di bawah.
(2) Sebagai suatu komunitas, kesamaan hobi dan selera dalam musik, dalam hal ini, emo-core, screamo, dsb. mendorong suatu pergerakan sosial yang secara informal, mengumpulkan masyarakat muda untuk tergabung dalam even-even musik khusus, melalui media langsung dan tidak langsung menyatukan para individu yang berlatar belakang beda-beda dalam satu kesamaan hobi; all stuffs around emo. Atau sebagai contoh di Indonesia ini, kita mengenal suatu komunitas musik progesif rock yang bernama 'Indonesian Progressive Society' (IPS).
(3) Sebagai suatu fenomena perubahan sosial, di sinilah yang paling menarik. Sejak kemunculan 'Emo' dalam belantika musik di Indonesia, khususnya di generasi masyarakat Indie, kehadiran genre musik dan style dari Amrik ini membawa angin kontroversial yang cukup besar (bisa jadi hanya dibesar-besarkan, atau memang betul-betul besar dari sananya). Mengapa? karena berdasarkan fakta dari observasi saya, banyak diantara mereka yang menyukai 'musik emo' tapi di sisi lain, mereka membencinya hanya karena faktor 'fashion' (kulit luar)-nya saja, yang pada akhirnya bercampur aduk dengan penafsiran yang 'abstrak' dan akhirnya, melahirkan apresiasi musik yang abstrak pula tanpa ada kesimpulan objektif yang nyata dari jenis musik tersebut. Mari kita bahas lebih mendalam akar masalahnya:
Jika kita perhatikan, perjuangan masyarakat Indie di Indonesia sekarang yang dimotori oleh kaum muda-mudi yang unik dan kreatif, berakar dari perjuangan kaum muda-mudi underground Indonesia pada era akhir 80-an dan 90-an. Hanya sedikit barangkali diantara generasi kita sekarang yang mengenal tokoh-tokoh underground lokal, khususnya di bandung, pada era tersebut. Sebagaimana dari term 'underground' (bawah tanah) itu sendiri, yang merupakan suatu kata bermanifestasi 'perlawanan' terhadap budaya mainstream atau budaya pop (arus utama). Ini bukan berarti, mereka ingin sok berbeda atau menciptakan 'agama' tersendiri. Tapi, di dalam era undeground pada saat itu, terdapat suatu bentuk perjuangan sosial dan politik informal masyarakat dalam bentuk karya musik yang bebas dari etika yang kaku dan style sehari-hari yang 'totally out of mainstream'...dan rebellious! seperti rambut mohawk, anting, tattoo, even until using drugs....semua merupakan fenomena yang harus kita lihat sebagai simbol perlawanan mereka terhadap era modern, yang sejujurnya, membawa kerusakan moral dan lingkungan, kehancuran cinta damai dan pembasmian aspek manusiawi dari setiap individu di dunia, dan inilah yang biasa kita sebut sebagai 'gerakan anti-kemapanan'.
Dalam era undeground tersebut, kita masih mengenal genre musik death-metal, hardcore, Punk, Ska, Melodic, dsb. dan di masa itu, masa muda Indonesia sebagaimana di seluruh dunia pada umumnya sudah menyukai jenis musik ini, apalagi di dalamnya membawa suatu pesan 'perlawanan' terhadap penindasan yang selalu mereka rasakan dari pemerintahan Orde Baru. Namun, kini, pada abad ke-21, istilah 'underground' dalam komunitas musik masyarakat indie sudah jarang dipakai lagi, malah hampir tidak pernah! Di sini, harus dikatakan secara jujur, bahwa terminologi 'underground' sudah tidak populer seperti dahulu.
Mengapa? salah satunya, hal ini bisa jadi karena setelah era reformasi bergulir (1998), dimana kekuasaan Orde Baru dan Suharto runtuh, porsi individualitas kelompok dan kebebasan pers mendapatkan 'kesempatan emas' yang paling penting dalam sejarah, dimana kemudian muncul istilah-istilah baru yang dimunculkan media yang lebih moderat dibandingkan sebelumnya, seperti istilah indie. Kemudian, kebanyakan generasi muda kita merasa bahwa perjuangan bersama telah berakhir pada saat itu, sehingga kemudian mereka kebanyakan sibuk dengan memikirkan kepentingannya sendiri. Andaikan ada jargon-jargon perjuangan baru....mereka tidak lebih dari sekedar retorika kosong! Dimana jargon anti-komersil, anti-major, counter-culture, anti-rasis, komunalisme, anti-kapitalis, pro-indie hanya digunakan sebagai penguat identitas diri atau kelompoknya dibandingkan untuk perjuangan itu sendiri, hal ini sangat mudah dengan mempertanyakan kepada kita sendiri...'konsep perjuangan apa yang ingin kita gunakan?' . Dan yang terakhir, secara filosofis, bisa jadi makna 'underground' itu sendiri telah hilang makna secara dialektis sealur dengan berjalannya waktu di era globalisasi ini.
Dan kita sebagai bagian dari 'masyarakat indie', yang artinya tidak bergantung kepada siapapun, atau 'masyarakat yang mandiri' harus melihat lagi arah pergerakan kita...lantas apakah dengan mendirikan clothing, distro dan perusahaan media indie dan menyuarakan anti-major, anti-komersialitas kemudian kita merasa telah cukup menyumbang untuk perjuangan 'anti-kemapanan' (anti-establishment)? Atau mungkin selama ini, kita telah terjebak dalam kemapanan bentuk baru (new-establishment)?
Menurut hemat saya, kebanyakan dari kita telah terjebak oleh suara-suara dan ide-de kita sendiri, dimana yang tadinya kita menentang sistem kapitalis, justru kita malah menerapkan sistem tersebut dalam kehidupan kita. Maka dari itu, saya pribadi dan kebanyakan teman-teman kami yang sudah lama menghidupi kehidupan di masyarakat underground sudah tidak tertarik lagi sama sekali dengan perdebatan ideologis semacam ini. Kita katakan, Ideologi sekarang sudah mati! Dan Ideologi ini hanya laku bagi orang-orang yang hobinya mempolitisir kehidupan orang lain untuk kepentingannya pribadi. Selanjutnya, biarkanlah kami mengatur hidup kami sendiri... (D.I.Y)
Selengkapnya...